
SEKOLAH DASAR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perkembangan
sosiak pada anak-anak Sekolah Dasar mengalami perluasan hubungan, selain dengan
keluarga, mereka juga memulai suatu hubungan atau ikatan baru dengan teman
sebayanya sehingga ruang gerak sosialnya semakin luas. Kemampuan bersosialisasi
pada anak harus terus diasah karena kemampuan bersosialisasi pada anak akan
membuat anak memiliki banyak relasi sehingga anak dapat meniti kesuksesannya.
Banyaknya teman membuat anak tidak mudah stress karena anak dapat lebih leluasa
untuk bercerita. Bersosialisasi pada dasarnya merupakan proses penyesuaian diri
terhadap lingkungan kehidupan sosial.
Kemampuan berhubungan
sosial, bekerja dalam kelompok teman sebaya dan belajar menjadi pribadi yang
mandiri merupakan salah satu tugas perkembangan yang harus dicapai oleh anak
siswa sekolah dasar (Hurlock, 1997:10).
Sehubungan
dengan perkembangan sosial yang sangat penting bagi perkembangan anak Sekolah
Dasar, maka didalam makalah ini akan membahas tentang perkembangan sosial anak
Sekolah Dasar.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di
atas ditetapkan rumusan masalah sebagai berikut.
1.
Apa yang dimaksud perkembangan sosial?
2.
Apa perilaku
sosial anak usia Sekolah Dasar?
3. Apa faktor
yang mempengaruhi perkembangan sosial anak?
4.
Apa pengaruh perkembangan sosial terhadap tingkah
laku?
C. Pemecahan
Masalah
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pada rumusan
masalah, maka penulis akan menempuh langkah-langkah yang diperlukan.
Diantaranya sebagai berikut.
1. Studi
literatur, yaitu dengan cara mengumpulkan buku.
2. Memilih
dan memilah buku yang diperlukan.
3. Membuat
makalah.
D. Tujuan
Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah,
tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut.
1.
Mengetahui yang dimaksud perkembangan
sosial.
2.
Mengetahui bentuk-bentuk perilaku sosial anak.
3. Mengetahui faktor
yang mempengaruhi perkembangan sosial anak.
4.
Mengetahui pengaruh perkembangan sosial
terhadap tingkah laku.
E. Manfaat
Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah mahasiswa mampu
memahami lebih dalam tentang perkembangan sosial anak usia Sekolah Dasar.
F.
Sistematika Penulisan
Untuk
memudahkan dalam mengikuti sajian pembahasan materi dalam makalah ini, penulis akan menguraikan secara
singkat bab demi bab yang terkait guna memberikan gambaran yang lebih jelas
terhadap arahan pembahasan seperti berikut :
Pada bab I berupa pendahuluan yang
terdiri latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, prosedur
pemecahan masalah, manfaat penulisan,dan sistematika penulisan.
Pada
bab II berupa pembahasan.
Lalu yang terakhir ada kesimpulan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Perkembangan Sosial
Samsu Yusuf (Budiamin dkk, 2000:132) menyatakan bahwa
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial.
Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk
menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan
diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam
artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan
sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan
orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, disaat
itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota
keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain,
seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Sueann Robinson
Ambron (Budiamin dkk, 2000:132) menyatakan
bahwa sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah
perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang
bertanggung jawab dan efektif. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas,
yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur,
kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial
juga berkembang amat kompleks.
Dari kutipan diatas dapat dimengerti bahwa semakin
bertambah usia anak maka semakin kompleks perkembangan sosialnya,
dalam arti mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa
manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh
interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati
yang dimiliki oleh manusia.
B.
Perilaku Sosial Anak Usia Sekolah Dasar
Sebagai konsekuensi dari fase
perkembangan, anak usia Sekolah Dasar memiliki karakteristik khusus dalam
berperilaku yang direalisasikan dalam bentuk tindakan-tindakan tertentu. Samsu Yusuf
(Budiamin dkk, 2006:133-134) mengidentifikasikan sebagai berikut:
1.
Pembangkangan
(negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi
sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau
lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Sikap orang tua terhadap
anak seyogyanya tidak memandang pertanda mereka anak yang nakal, keras
kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami
sebagai proses perkembangan anak dari sikap “dependent” (ketergantungan) menuju kearah “independent” (bersikap
mandiri).
2.
Agresi
(agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal)
maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa
frustasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya).
Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubit, menggigit,
menendang dan lain sebagainya.
Sebaiknya
orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara
mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang
agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
3.
Berselisih/bertengkar
(quarreling)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau
terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain, sepert diganggu pada saat mengerjakan
sesuatu atau direbut mainannya.
4.
Menggoda (teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda
merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata
ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
5.
Persaingan
(Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu
didorong oleh orang lain. Sikap persaingan mulai terlihat pada usia 4 tahun, yaitu persaingan untuk prestice (merasa ingin menjadi
lebih dari orang lain) dan pada usia 6 tahun, semangat bersaing ini berkembang
dengan baik.
6.
Kerja
sama (cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Anak yang
berusia dua atau tiga tahun belum berkembang sikap bekerja samanya, mereka
masih kuat sikap “self-centered”-nya. Mulai usia tiga tahun akhir atau empat
tahun, anak sudah mulai menampakan sikap kerja samanya. Pada usia enam atau
tujuh tahun sikap ini berkembang dengan baik.
7.
Tingkah
laku berkuasa (ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial,
mendominasi atau bersikap “business”. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh,
mengancam dan sebagainya.
8.
Mementingkan
diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya. Anak ingin selalu dipenuhi
keinginannya dan apabila ditolak, maka dia protes dengan menangis, menjerit
atau marah-marah.
9.
Simpati
(Sympathy)
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh
perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.
C.
Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak
Menurut Sunarto dan Hartono
(2006:130-132) mengatakan bahwa perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
1.
Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan
pengaruh terhadap beberapa aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan
sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang
kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan
keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku
kehidupan budaya anak.
Proses pendidikan yang bertujuan
mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola
pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang
lebih luas ditetapkan danm diarahkan oleh keluarga.
2.
Kematangan
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk
manpu mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang
lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan.
Dengan demikian, untuk
mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik sehingga setiap
orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
3.
Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial
keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan
sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang
utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam
pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma
yang berlaku di dalam keluarganya.
Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi
normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam
kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi
keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu
mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal
ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari
kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya
sendiri.
4.
Pendidikan
Pendidikan merupakan
proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses
pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan warna kehidupan sosial anak
di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan
dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh
kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang
benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan
pendidikan (sekolah).
Peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat,
tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa (nasional) dan norma kehidupan
antarbangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
5.
Kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi
Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan
belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual
tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan
intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara
seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.
Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal
utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja
yang berkemampuan intelektual tinggi.
Pada kasus tertentu seorang jenius atau superior sukar untuk bergaul dengan
kelompok sebaya, karena pemahaman mereka telah setingkat dengan kelompok umur
yang lebih tinggi. Sebaliknya kelompok umur yang lebih tinggi (dewasa) tepat
“menganggap” dan “memperlakukan” mereka sebagai anak-anak.
Selain kelima faktor yang telah
disebutkan ada pula faktor lingkungan luar keluarga. Pengalaman sosial awal diluar rumah
melengkapi pengalaman didalam rumah dan merupakan penentu yang penting bagi
sikap sosial dan pola perilaku anak. Sedangkan menurut Elizabeth B. Hurlock
(1978) menambahkan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak,
yaitu faktor pengalaman awal yang diterima anak. Pengalaman social awal sangat
menentukan perilaku kepribadian selanjutnya.
Sekolah juga mempunyai pengaruh yang sangat
penting bagi perkembangan sikap sosial anak, karena selama masa pertengahan dan
akhir anak-anak, Anak-anak menghabiskan waktu bertahun-tahun di sekolah sebagai
anggota suatu masyarakat kecil yang harus mengerjakan sejumlah tugas dan
mengikuti sejumlah aturan yang menegaskan dan membatasi perilaku, perasaan dan
sikap mereka
Di sekolah, guru membimbing perkembangan
kemampuan sikap, dan hubungan sosial yang wajar pada peserta didiknya. Hubungan
sosial yang sehat dalam sekolah dan kelas seyogyanya diprogram, dikreasikan,
dan dipelihara bersama-sama dalam belajar, bermain dan berkompetisi sehat.
Sekolah mengupayakan layanan bimbingan kepada peserta didik. Bimbingan selain
untuk belajar adalah untuk penyesuaian diri ke dalam lingkungan atau juga
penyerasian terhadap lingkungannya. Kepada siswa diajarkan tentang disiplin dan
aturan melalui keteraturan atau conformity yang disiratkan
dalam tiap pelajaran.
D.
Pengaruh Perkembangan Sosial Terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan
dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering
mengarah kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain.
Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada
yang menyembunyikannya atau merahasiakannya.
Pikiran
anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap
kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan
abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan
peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya menurut alam
pikirannya.
Disamping
itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa:
a.
Cita-cita dan idealism yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri,
tanpa memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis
yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
b.
Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain
daalm penilaiannya.
Melalui
banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi
pendapat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan diakhir masa remaja
sudah sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik (Sunarto dan
Hartono, 2006:133-135).
BAB III
KESIMPULAN
Perkembangan sosial diartikan
sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok,
moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling
berkomunikasi dan kerja sama.
Perilaku
sosial anak usia sekolah dasar diantaranya yaitu pembangkangan (negativisme), agresi (agression),
berselisih/bertengkar (quarreling), menggoda
(teasing), persaingan (Rivaly), kerja sama (cooperation), tingkah laku berkuasa (ascendant behavior), mementingkan diri
sendiri (selffishness), dan simpati (Sympathy)
Faktor yang mempengaruhi
perkembangan sosial anak
yaitu keluarga, kematangan, status sosial ekonomi, pendidikan, dan kapasitas mental, emosi, dan intelegensi
serta lingkungan
luar keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Adibazha. 2011. Perkembangan Sosial Anak Usia SD/MI. [online].
Tersedia :
http://adibazhamutiara.blogspot.com/2011/03/perkembangan-sosial-anak-usia-sdmi.html
[14 Februari 2013]
Budiamin,
Amin, dkk. 2006. Perkembangan
Peserta Didik. Bandung: UPI PRESS.
Sunarto dan
Hartono, A. 2006. Perkembangan Peserta
Didik. Jakarta: Rineka Cipta
2 komentar:
bagus postingannya
mampir juga di blogku
rijal09.blogspot.com
bagus blog nya,, mampir juga di blog saya distributorpupukorganiknasa.com
Posting Komentar